Orang-orang dapat dipukul, diancam atau dipaksa secara psikologis untuk mengemis. Paksaan untuk mengemis merupakan salah satu bentuk eksploitasi yang dapat berujung pada perdagangan orang.
Terkadang anak-anak dipaksa mengemis oleh orang tua mereka, saudara, wali, atau pihak ketiga, termasuk kelompok kriminal, saudara jauh, tetangga, atau teman keluarga.
Terdapat laporan tentang anak-anak yang diculik oleh gerombolan dan dipaksa untuk mengemis. Terkadang anak dipaksa meminum obat-obatan terlarang hingga kecanduan.
Anak-anak yang dipaksa untuk mengemis seringkali berusia di bawah 10 tahun. Anak-anak dengan usia lebih muda biasanya di “sewa” dari orangtua atau wali karena lebih mengundang banyak simpati.
Anak yang dipaksa untuk mengemis bekerja dengan waktu panjang ,mengalami kekerasan fisik, mental, serta pelecehan psikologis. Mereka juga sangat rentan terhadap kekerasan seksual.
Anak-anak diketahui dipaksa untuk memainkan alat musik dan/atau melakukan atraksi untuk menghibur atau menarik simpati dari orang-orang yang lewat.
Orang-orang lewat biasanya memberikan pengemis yang memiliki disabilitas lebih banyak uang. Seringkali orang dengan penyakit kulit atau memiliki disabilitas secara fisik, seperti adanya bagian tubuh yang hilang atau lemah, akan dipaksa untuk mengemis.
Di seluruh dunia, diperkirakan bahwa para pelaku perdagangan orang yang memaksa anak disabilitas untuk mengemis dapat memperoleh uang sebesar US$40.000 dalam setaun darii keuntungan ilegal tersebut.
Seringkali korban yang terpaksa untuk mengemis adalah migran dari area miskin, yang dipaksa untuk mengemis setelah berpindah ke negara atau kota dengan penghasilan rata-rata lebih tinggi.
Beberapa pengemis dipaksa mengemis oleh orang lain. Mereka harus menyerahkan semua atau sebagian besar hasil yang mereka peroleh kepada orang yang memaksa mereka untuk mengemis.
